Menu Tutup

Pendidikan Pancasila: Terinspirasi dari Landasan Adat dan Norma Bangsa

Pendidikan Pancasila merupakan pilar fundamental dalam pembentukan karakter dan identitas bangsa Indonesia. Esensinya tidak hanya bersumber dari rumusan formal, melainkan juga terinspirasi dari landasan adat dan norma bangsa yang telah hidup dan berkembang di tengah masyarakat selama berabad-abad. Oleh karena itu, Pendidikan Pancasila bukan sekadar mata pelajaran, melainkan sebuah proses berkelanjutan untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang telah menjadi pedoman hidup, memastikan bahwa setiap warga negara mampu menghayati dan mengamalkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila—Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan—telah lama terwujud dalam berbagai praktik budaya dan sosial di seluruh Nusantara. Misalnya, semangat kebersamaan dan tolong-menolong yang dikenal dengan berbagai istilah lokal seperti “arisan” atau “guyub rukun” adalah manifestasi nyata dari sila Persatuan Indonesia dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Demikian pula, tradisi musyawarah mufakat yang dipegang teguh dalam pengambilan keputusan di tingkat komunitas mencerminkan implementasi sila Kerakyatan. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Pancasila memiliki akar yang kuat dalam kearifan lokal.

Pentingnya Pendidikan Pancasila yang terinspirasi dari adat dan norma bangsa semakin relevan di tengah tantangan globalisasi dan disrupsi informasi. Arus budaya asing yang masif dapat mengikis identitas nasional jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang kokoh akan nilai-nilai luhur sendiri. Dalam konteks ini, pendidikan Pancasila berfungsi sebagai benteng moral dan ideologi. Pada sebuah simposium kebangsaan yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pada tanggal 22 November 2024, para pakar sepakat bahwa penguatan pendidikan Pancasila melalui pendekatan budaya lokal sangat krusial untuk menjaga kohesi sosial dan persatuan bangsa.

Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya menjadi tanggung jawab institusi pendidikan, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, termasuk keluarga dan komunitas. Keluarga berperan sebagai lingkungan pertama dalam penanaman nilai, sementara komunitas menjadi wadah praktik nilai-nilai tersebut. Contoh konkretnya, pada peringatan Hari Bhayangkara 2025, Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) setempat menggalakkan program “Pancasila Masuk Desa” yang melibatkan tokoh adat dan masyarakat dalam kegiatan edukasi berbasis kearifan lokal, menunjukkan sinergi antara aparat dan masyarakat dalam menguatkan nilai-nilai ini.

Sebagai kesimpulan, Pendidikan Pancasila yang terinspirasi dari landasan adat dan norma bangsa adalah kunci untuk membentuk karakter dan menjaga jati diri Indonesia. Dengan terus menggali dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang telah diwarisi, Indonesia dapat membangun generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berintegritas, toleran, dan bangga akan identitas kebangsaannya. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa yang kokoh dan harmonis.