Menu Tutup

Mahalnya Akses Ilmu: Beban Keuangan Pendidikan di Indonesia yang Kian Mencekik

Mahalnya akses ilmu di Indonesia kini menjadi sorotan utama, memunculkan kekhawatiran serius akan beban keuangan pendidikan yang kian mencekik jutaan keluarga. Meskipun pendidikan adalah pilar utama pembangunan sumber daya manusia dan kemajuan bangsa, realitasnya, biaya yang harus dikeluarkan seringkali menjadi tembok penghalang bagi banyak siswa untuk meraih pendidikan yang layak dan berkualitas. Situasi ini tidak hanya menciptakan tekanan ekonomi, tetapi juga berpotensi memperlebar kesenjangan sosial.

Setiap tahun ajaran baru tiba, orang tua di seluruh penjuru Indonesia menghadapi tantangan besar. Berbagai macam pungutan, mulai dari uang pangkal yang fantastis, iuran komite sekolah, biaya pembangunan fasilitas, hingga aneka sumbangan untuk kegiatan non-akademis, seolah tak ada habisnya. Sebuah laporan dari Yayasan Konsumen Pendidikan (YKP) yang dirilis pada bulan Oktober 2024 menunjukkan bahwa rata-rata total biaya yang harus dikeluarkan untuk masuk ke sekolah menengah atas favorit di kota-kota besar bisa mencapai puluhan juta rupiah, belum termasuk biaya operasional bulanan. Angka ini seringkali jauh melampaui kemampuan finansial sebagian besar keluarga kelas menengah ke bawah.

Fenomena mahalnya akses ilmu ini tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi, tetapi juga sudah merambah ke pendidikan dasar dan menengah, terutama di sekolah-sekolah yang dianggap memiliki reputasi baik. Banyak keluarga terpaksa mengorbankan kebutuhan pokok lainnya, bahkan terjerat utang, demi memastikan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per akhir 2024 mengindikasikan bahwa sektor pendidikan menyumbang persentase signifikan dalam pengeluaran rumah tangga, terutama di kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Pemerintah, melalui Juru Bicara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Dr. Fajar Kurniawan, dalam sebuah wawancara dengan media massa pada 18 Mei 2025, menyatakan bahwa upaya untuk menekan biaya pendidikan terus dilakukan, termasuk dengan memperkuat program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa. Namun, implementasi di lapangan masih menemukan banyak kendala, termasuk kurangnya pengawasan terhadap pungutan liar yang masih sering terjadi. Mahalnya akses ilmu ini pada akhirnya berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Jika pendidikan hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki kemampuan finansial, maka potensi besar dari anak-anak berprestasi namun tidak mampu akan terbuang sia-sia. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih revolusioner dan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa pendidikan benar-benar menjadi hak universal, bukan lagi barang mewah.