Menu Tutup

Kerajaan Mataram: Potret Kehidupan Sosial Budayanya

Kerajaan Mataram Kuno, yang berkembang di Jawa Tengah antara abad ke-8 hingga ke-10 Masehi, meninggalkan warisan peradaban yang kaya. Tak hanya dari peninggalan candi-candi megah, namun juga dari potret kehidupan sosial budayanya yang kompleks. Masyarakat Mataram Kuno menunjukkan harmoni antara keyakinan dan praktik kehidupan sehari-hari yang unik.

Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno terstruktur dalam sistem kasta, meskipun tidak sekaku di India. Golongan brahmana (pemuka agama), ksatria (bangsawan dan militer), waisya (pedagang dan petani kaya), dan sudra (rakyat biasa) memiliki peran dan kedudukan masing-masing dalam tatanan sosial.

Agama memegang peranan sentral dalam kehidupan sosial dan budaya Kerajaan Mataram. Dua agama besar, Hindu (aliran Syiwa dan Wisnu) dan Buddha (aliran Mahayana), hidup berdampingan secara harmonis. Banyak candi Hindu dan Buddha dibangun berdampingan, menunjukkan toleransi beragama yang tinggi pada masa itu.

Peninggalan arsitektur seperti Candi Borobudur (Buddha) dan Candi Prambanan (Hindu) adalah bukti nyata toleransi ini. Kedua kompleks candi raksasa ini dibangun pada periode yang tidak terpaut jauh, bahkan diduga saling mendukung pembangunannya oleh dinasti yang berbeda (Syailendra dan Sanjaya).

Sistem pertanian, khususnya padi, adalah tulang punggung ekonomi Kerajaan Mataram. Masyarakat hidup subur di wilayah pedalaman Jawa Tengah yang kaya akan gunung berapi dan tanah vulkanik yang subur. Irigasi yang maju memungkinkan pertanian yang produktif dan stabil.

Kehidupan budaya Kerajaan Mataram sangat kaya dengan seni pertunjukan, sastra, dan seni pahat. Relief-relief di candi-candi tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi, tetapi juga sebagai media cerita, ajaran agama, dan penggambaran kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa itu.

Seni ukir dan pahat mencapai puncaknya di era Kerajaan Mataram. Patung-patung dewa-dewi Hindu dan Buddha, serta relief yang detail, menunjukkan tingkat keahlian seniman Mataram yang luar biasa. Mereka mampu mengabadikan ajaran agama dalam bentuk visual yang memukau.

Bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno digunakan dalam prasasti dan naskah-naskah keagamaan. Keberadaan prasasti-prasasti ini memberikan informasi berharga tentang silsilah raja, peristiwa penting, dan sistem administrasi pemerintahan pada masa Kerajaan Mataram.

Tradisi upacara keagamaan, baik Hindu maupun Buddha, dilaksanakan secara rutin dan meriah. Upacara ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari raja hingga rakyat biasa, menunjukkan eratnya hubungan antara spiritualitas dan kehidupan komunal.