Era digital membawa kemudahan akses informasi, namun juga ancaman serius berupa disinformasi dan ujaran kebencian, terutama di media sosial. Fenomena ini merusak tatanan sosial, memecah belah persatuan, dan menciptakan lingkungan digital yang tidak sehat. Untuk menghadapi tantangan ini, pembelajaran budi pekerti menjadi fondasi kuat yang esensial. Budi pekerti bukan hanya tentang sopan santun, melainkan nilai-nilai luhur yang membimbing individu untuk bertindak bijak, kritis, dan bertanggung jawab di ruang maya.
Pentingnya pembelajaran budi pekerti ini terlihat dari berbagai kasus nyata. Ambil contoh, pada tanggal 20 Mei 2025, sebuah laporan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI menyebutkan bahwa ada peningkatan signifikan laporan masyarakat terkait ujaran kebencian di platform media sosial. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Bapak Semuel Abrijani Pangerapan, dalam sebuah wawancara daring pada hari Rabu, 28 Mei 2025, pukul 11.00 WIB, menegaskan bahwa penegakan hukum saja tidak cukup. “Diperlukan fondasi kuat dari dalam diri individu, yaitu budi pekerti, agar masyarakat lebih imun terhadap provokasi,” ujarnya.
Kasus lain terjadi di salah satu sekolah menengah di kota Semarang pada awal Juni 2025, di mana beberapa siswa terlibat dalam penyebaran hoaks yang hampir memicu konflik antarkelompok. Setelah mediasi yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling dan pihak sekolah pada hari Jumat, 6 Juni 2025, pukul 09.00 WIB, terungkap bahwa kurangnya pemahaman tentang etika bermedia sosial menjadi pemicu utamanya. Kepala Sekolah, Ibu Rina Wati, menekankan bahwa pendidikan budi pekerti akan semakin diintensifkan sebagai fondasi kuat dalam membentuk karakter siswa.
Pembelajaran budi pekerti mengajarkan individu untuk berpikir kritis sebelum mempercayai atau menyebarkan informasi, menghargai perbedaan pendapat, serta berempati terhadap orang lain. Ini mencakup kemampuan memfilter informasi, mengenali ciri-ciri hoaks, dan menahan diri dari menyebarkan konten yang merugikan. Kurikulum budi pekerti harus diintegrasikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga melalui peran aktif keluarga dan komunitas. Orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai dasar, sementara lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat dapat memperkuatnya melalui program-program edukasi yang relevan.
Dengan menjadikan pembelajaran budi pekerti sebagai fondasi kuat, kita dapat mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk menjadi pengguna media sosial yang cerdas, bijaksana, dan bertanggung jawab. Ini adalah langkah krusial untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih positif, toleran, dan harmonis demi masa depan bangsa yang lebih baik.